Gambar 9.1 Sistem komunikasi satelit
Seperti terlihat pada gambar 9.1, link komunikasi terdiri
dari dua komponen utama yaitu sisi
uplink (pemancar) dan komponen sisi downlink (penerimaan).
Secara umum satelit dapat dibedakan atas dua jenis yang
pertama adalah satelit alam, dan yang kedua adalah satelit buatan manusia.
Satelit alam mempunyai ukuran yang beragam dan mengitari primary celestial
bodies. Contohnya, bulan merupakan suatu satelit dari bumi dan bumi merupakan
satelit dari matahari. Satelit buatan manusia diluncurkan ke orbit sekeliling
suatu celestial body seperti bumi
ataupun bulan.
Kegunaan satelit buatan adalah untuk :
* Komunikasi
antar titik-titik di permukaan bumi, seperti untuk komunikasi radio dan TV
* Menjadi
suatu titik acuan (point of reference) untuk menetapkan lokasi di ruang angkasa
* Mengamati
bumi dan lingkungannya, dan
* Mengumpulkan
dan melaporkan informasi ilmiah
Satelit komunikasi menerima, memperkuat, dan mentransmit
sinyal suara, musik, TV, telepon dan data dari satu titik ke titik lain di
bumi. Dengan kata lain, satelit komunikasi adalah repeater atau pengulang
sinyal-sinyal tadi.
Keuntungan telekomunikasi satelit :
1. Untuk
mencakup telekomunikasi suatu daerah (misal Indonesia) hanya diperlukan satu
stasiun pengulang alias satu satelit.
2. Pengembangan
jaringan bisa cepat, mudah dalam instalasi, karena tinggal memasang stasiun
bumi dalam daerah cakupan satelit dan segera dapat berhubungan dengan
stasiun-stasiun bumi lainnya.
3. Mempunyai
spectrum frekuensi yang lebar
4. Stasiun
bumi yang semakin murah
Kekurangan telekomunikasi satelit :
1. Besarnya
kehilangan antara satelit dan stasiun buminya (± 200 dB pada frekuensi 6 GHz)
2. Sistem
penerima di bumi memerlukan penerima yang sangat peka (low noise receiver) dan
pemancar yang relatif kuat
3. Karena
seluruh sistem bertumpu kepada satu satelit, sistem sangat peka terhadap umur
satelit. Untuk ini biasanya ada satelit cadangan,sehingga biaya menjadi cukup
mahal.
Dengan perkembangan teknologi, roket pendorong untuk
menempatkan satelit di orbitnya pun bertambah kuat dan semakin canggih.
Sekarang ini sudah ada roket pendorong yang jumlah roket pendorongnya dapat
disesuaikan dengan berat satelitnya. Juga ada sistem bahwa dua satelit yang
berbeda dapat diluncurkan sekaligus untuk ditempatkan di dua lokasi yang
berbeda pula.
Salah satu cara untuk mencapai ketinggian 35.900 Km
(geosynchronous), adalah sebagai berikut :
Roket menempatkan satelit dalam suatu transfer orbit dengan
titik terendah (perigee) sekitar 230 Km dan titik tertinggi (apogee) sekitar
36.100 Km (lebih tinggi dari ketinggian geosyinchronous).
Setelah satelit “recheck” dan dinyatakan sehat, apabila
satelit mendekati posisi tertinggi dan lintasannya memotong khatulistiwa, roken
AKM (Apogee Kick Motor) dinyalakan sehingga satelit menempuh lintasan yang
synchronous.
Operasi berikutnya akan menempatkan satelit betul-betul di
lokasi yang ditentukan dalam suatu lintasan yang geosyncrhonous.
Sebuah satelit yang mengorbit di bumi tetap berada pada
posisinya karena gaya sentripetal pada satelit diimbangi oleh gaya tarikan
gravitasi dari bumi. Lagi pula, hambatan atmosfer haruslah dapat diabaikan, dan
ini menghendaki bahwa satelit berada pada ketinggian yang lebih dari kira-kira
600 km. Pilihan orbit ini adalah hal yang sangat penting dan mendasar, karena
ini menentukan rugi dan waktu (delay time) keterlambatan alur transmisi, daerah
lingkup bumi (earth coverage area), dan selang waktu dimana satelit dapat
terlihat dari setiap daerah tertentu.
Waktu periodik adalah waktu yang diperlukan untuk satu orbit
lengkap, dan sebuah orbit sinkhron ialah yang waktu periodiknya adalah suatu
kelipatan bilangan bulat atau pecahan dari periode putaran bumi. Orbit
geostationer (geostationary) adalah orbit sinkhron yang paling banyak
digunakan. Periode rotasi bumi pada
sumbunya adalah 23 jam 56 menit, dan sebuah satelit dalam orbit geostationer
yang bergerak menurut arah yang sama seperti rotasi bumi, akan menyelesaikan
satu revolusi (putaran) pada sumbu bumi pada waktu yang sama. Karena itu bagi
seorang pengamat di bumi, satelit akan tampak diam (stationer), dari sinilah
diberikan nama geostationer.
Pada masa permulaan komunikasi satelit, satelit yang berorbit
synchronous maupun yang non-synchronous sama-sama dikembangkan. Dalam
perkembangannya, satelit dengan orbit geosynchronous boleh dikatakan merupakan
satu-satunya sistem yang digunakan untuk tujuan komunikasi global.
Beberapa faktor yang menghalangi pilihan terhadap satelit
yang nonsynchronous antara lain :
> Karena
waktu edar yang lebih pendek, satelit hanya “terlihat”, dari suatu titik di
muka bumi, untuk waktu yang terbatas. Sehingga untuk komunikasi yang kontinyu
perlu prosedur “serah terima” antara 2 satelit yang berurutan.
> Karena
satelitnya “terbit” dan “terbenam”, disetiap lokasi stasiun bumi minimal harus
ada 2 antena yang “fully steerable”, satu aktif “berhubungan” dan satu lagi
siap-siap untuk “menangkap” satelit yang berikutnya.
> Situasi
pada waktu itu juga kurang mendukung, mengingat daya satelit yang masih kecil,
antena stasiun bumi masih harus besar, juga prosedur “serah-terima” untuk
adanya komunikasi yang kontinyu masih harus dikembangkan. Sehingga memang
pilihan jatuh ke satelit yang geosyncrhonous. Namun, perkembangan komunikasi
satelit justru semakin menonjolkan kekurangan satelit-satelit geostationer,
antara lain :
> Terbatasnya
“slot” di lintasan stationer yang hanya 360º. Walapun jarak setiap satelit yang
semula 5º diperkecil 2º dan bahkan sekarang pada posisi yang sama daerah
frekuensi, footprint dan lailn-lain, diperkirakan orbit GEO tetep tidak
mencukupi.
> Karena
tingginya lintasan satelit, freespace loss cukup tinggi, sehingga pemanfaatn
terbatas hanya untuk komunikasi yang tetap (fixed communication).
> Keterbatasan
satelit yang geosynchronous ini justru merupakan sifat yang inherent dalam
satelit nonsynchronous, antara lain :
> Bidang
lintasan tidak harus berhimpit dengan bidang khatulistiwa.
> Ketinggian
yang lebih rendah dari geosynchronous, menyebabkan stasiun di bumi bisa kecil
hingga ukuran yang bisa dijinjing.
Keunggulan-keunggulan ini juga didukung oleh perkembangan
teknologi antar lain daya pancar satelit yang semakin besar dan lain-lain.
Sehingga satelit berorbit rendah atau LEO (Low Earth Orbit) dapat digunakan
untuk komunikasi, terutama cukup menarik untuk sistem komunikasi bergerak
(Mobile Satellite Communication System, MSCS).
Namun karena untuk sistem komunikasi satelit LEO diperlukan
cukup banyak satelit untuk mencakupi permukaan bumi ini, dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu dikembangkan juga komunikasi satelit dengan
ketinggian garis edar yang menengah atau MEO (Medium Earth Orbit) bahkan
berorbit GEO (Geostationary Earth Orbit).
* LEO = Low
Earth Orbit ( 100-300 miles dari permukaan bumi)
* MEO =
Medium Earth Orbit (6000 – 12000 miles
dari permukaan bumi)
* GEO =
Geostationary Earth Orbit (22,282 miles dari permukaan bumi)
Lebar daerah (Band)
frekuensi yang ditempati oleh informasi/sinyal untuk satelit komunikasi
:
a. L-Band :
1.200 MHz
b. S-Band :
2.200 MHz
c. C-Band :
6.000 MHz/4.000 MHz
d. Ku-Band :
14.000 MHz/11.000 MHz
e. Ku-Band :
17.000 MHz/14.000 MHz
f. Ka-Band :
28.000 MHz/24.000 MHz
g. V-Band :
40.000 MHz/30.000 MHz
Sumber : Pusat pengembangan bahan ajar-UMB, Ir. Ahmad Yanuar Syauki MBAT, DASAR KOMUNIKASI
Semoga Bermanfaat....